Tuesday, June 24, 2008

Yang adalah milikku.

Kau pikir buat apa aku tak beranjak dari peraduan biru yang kini sedang kau percikan noda darah diatasnya dengan rona benci berbau tengik di sekelilingnya? Kau pikir setan apa yang merasuki tiap desah nafas yang ku curi untuk kemudian aku buang dalam dengusan rendah penuh gurauan demi melihatmu menari-nari dalam siluet hitam tak berwajah dan hilang begitu saja dalam satu desiran angin? Kau berkelakar jenaka tentang bagaimana seorang wanita telah menodai dirinya sendiri diatas panggung penuh dengan ribuan pasang mata rubah-rubah bedebah yang menatap nanar sang wanita yang sedang memperagai bagaimana ia tekah mengubur dalam-dalam hati kecilnya demi mencicipi bagaimana rasanya seonggok nafsu benci, membenci dan dibenci itu. Dia pun [membiarkan dirinya] ternoda dalam kubangan takdir tanpa pernah mengecap arti sebuah rasa dan perasaan.

Kau kira buat apa aku memasang telinga tajam-tajam dan membuka mataku lebar-lebar untuk memperhatikanmu – masih tetap ditempatku semula – melucuti satu persatu pakaianmu di depanku dan memperlihatkan ketelanjangan memprihatinkan yang membuatku terpekur merenung tentang kekuasaan sekaligus kekejaman Tuhan kepada siapapun makhluk yang telah Ia tandai? Kau kira surga mana yang sudi menampung tumpukan daging dan tulang belulang terbalut kulit yang mampu berjalan dan berotak namun tak mampu menemukan cara bagaimana menggunakannya selain untuk menyebarkan kebencian dan bau tengik itu sebisa yang dia mampu? Kau kira kejujuran apa yang sudi namanya kau pinjam untuk mencecerkan serpihan harga dirimu yang tercabik-cabik di ujung jurang di bawah langit? Kau kira sehebat apa panca indera bisa membawamu ke puncak atmosfir bumi jika keberanian urung membantumu melaksanakan skenario alam yang bisa membuatmu bertahan? Kau kira sejauh mana kau bisa melangkahkan kakimu diatas angin jika malaikat telah enggan berdekatan dengan kenistaan bau tengikmu yang telanjang merebak dan mematikan nafas sang semilir?

Kau kira kenapa mereka melakukan semua itu padamu diam-diam dan tanpa aba-aba?

Peringatan telah datang padamu agar kau menyudahi tarian telanjangmu itu demi meraih dan mendapatkan apa yang seharusnya tidak [akan] ada dalam lembar kisah perjalananmu ke alam kubur, setelah sebelumnya bongkah kebencian bau tengik itu menggerogoti tiap inci dirimu dan setelah sesudahnya tak lain dan tak bukan kau akan dikenang sebagai “si bongkah kebencian bau tengik dan telanjang memprihatinkan yang mati diatas panggung saat menari bersama bom waktu yang dengan sadar tidak ia sadari kian hari kian menjerat nadi lehernya dan menebas hidupnya hanya dengan satu kali ledakan.”.

Kau kira kenapa kau bisa mati begitu mudah? Ku pikir karena kau mencoba menghalangi segala rasa – di luar kebencian berbau tengik – melingkupi peraduanku dan bersanding bersamaku, yang [seharusnya] adalah milikku.

~G~


*kau kira…? Aah, temukan dulu bagaimana cara mengombinasikan dan menggunakan bongkahan daging, tulang belulang terbalut kulit itu bersama otakmu, setelah itu mengira lah.

1 comment:

Renno Yose Rizal said...

aq download I hate my self nya